Kumpulan Cerita Rakyat dari Seluruh Indonesia

Legenda Lutung Kasarung 2 Jawa Barat

Legenda Lutung Kasarung 2 Jawa Barat

Kota Bogor adalah sebuah kota Di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak 59 km sebelah selatan Jakarta, dan wilayahnya berada di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Dahulu luasnya 21,56 km², namun kini telah berkembang menjadi 118,50 km² dan jumlah penduduknya 1.030.720 jiwa (2014). Bogor dikenal dengan julukan kota hujan, karena memiliki curah hujan yang sangat tinggi. Kota Bogor terdiri atas 6 Kecamatan yang dibagi lagi atas sejumlah 68 Kelurahan. Pada masa Kolonial belanda Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg (pengucapan: boit'n-zôrkh", bœit'-) yang berarti "tanpa kecemasan" atau "aman tenteram".

Hari jadi Kabupaten Bogor dan Kota Bogor diperingati setiap tanggal 3 Juni, karena tanggal 3 Juni 1482 merupakan hari penobatan Prabu Siliwangisebagai raja dari Kerajaan Pajajaran.
Bogor (berarti "enau") telah lama dikenal dijadikan pusat pendidikan dan penelitian pertanian nasional. Di sinilah berbagai lembaga dan balai penelitian pertanian dan biologi berdiri sejak abad ke-19. Salah satunya yaitu, Institut Pertanian Bogor, berdiri sejak awal abad ke-20.

Sekilas tentang sejarah kerajaan PakuanPajajaran


Pakuan Pajajaran atau Pakuan (Pakwan) atauPajajaran adalah ibu kota Kerajaan Sunda Galuh  yang pernah berdiri pada tahun 1030-1579 M di Tatar Pasundan, wilayah barat pulau jawa. Lokasinya berada di wilayah Bogor jawa barat  sekarang. Pada masa lalu, di Asia Tenggara ada kebiasaan menyebut nama kerajaan dengan nama ibu kotanya sehingga Kerajaan Sunda Galuh sering disebut sebagai Kerajaan Pajajaraan.
Lokasi Pajajaran pada abad ke-15 dan abad ke-16 dapat dilihat pada peta Portugis yang menunjukkan lokasinya di wilayah Bogor, Jawa Barat. Sumber utama sejarah yang mengandung informasi mengenai kehidupan sehari-hari di Pajajaran dari abad ke 15 sampai awal abad ke 16 dapat ditemukan dalam naskah kuno Bujangga manik.
Nama-nama tempat, kebudayaan, dan kebiasaan-kebiasaan masa itu digambarkan terperinci dalam naskah kuno tersebut. 
Pakuan Pajajaran hancur, rata dengan tanah, pada tahun 1579 akibat serangan pecahan kerajaan Sunda, yaitu Kesultanan Bnaten. Berakhirnya zaman Kerajaan Sunda ditandai dengan dirampasnya Palangka sriman sriwacana (batu penobatan tempat seorang calon raja dari trah kerajaan Sunda duduk untuk dinobatkan menjadi raja pada tradisi monarki di Tatar Pasundan), dari Pakuan Pajajaran ke keratin Surosowan di Banten oleh pasukan Maulana Yusuf
Batu berukuran 200x160x20 cm itu diboyong ke Banten karena tradisi politik agar di Pakuan Pajajaran tidak dimungkinkan lagi penobatan raja baru, Maulana Yusuf mengklaim sebagai penerus kekuasaan Sunda yang sah karena buyut perempuannya adalah puteri Sri Baduga maharaja, raja Kerajaan Sunda.
Palangka Sriman Sriwacana tersebut saat ini bisa ditemukan di depan bekas Keraton Surosowan di Banten. Masyarakat Banten menyebutnya Watu Gilang, berarti mengkilap atau berseri, sama artinya dengan kata Sriman.
Saat itu diperkirakan terdapat sejumlah punggawa istana yang meninggalkan istana lalu menetap di daerah Lebak. Mereka menerapkan tata cara kehidupan mandala yang ketat, dan sekarang mereka dikenal sebagai orang Baduy.
Puncak, Bogor

Raja-raja Pajaran
Sri Baduga  (1482 – 1521)
Surawisesa (1521 – 1535)
Ratu Dewata (1535 – 1543)
Ratu Sakti (1543 – 1551)
Ratu Nilakendra (1551-1567)

Raga Mulya (1567 – 1579) dikenal sebagai Prabu Surya Kencana
Rahyang Niskala Wastu Kencana
Rahyang Dewa Niskala (Rahyang Ningrat Kencana)
Sri Baduga MahaRaja
Hyang Wuni Sora
Ratu Samian (Prabu Surawisesa), dan
Prabu Ratu Dewata
Legenda Lutung Kasarung 2
Setelah itu, menghadaplah Putri Purbararang kepada Prabu Tapa Agung. Bersama Raden Indrajaya, ia menghasut Prabu Tapa Agung untuk mengasingkan Putri Purbasari ke hutan. Menurut Putri Purbararang dan Raden Indrajaya, tidaklah mungkin Putri Purbasari menggantikan ayahandanya itu menjadi raja. Putri Purbasari, menurut Putri Purbararang memang tidak seharusnya menjadi ratu karena hanya seorang putri bungsu. Justru Putri Purbararanglah yang paling berhak dianugerasi tampuk kekuasaan kerajaan Pasir Batang. Bukankan Putri Purbararang adalah putri sulung? Menurut Putri Purbararang dan Raden Indrajaya, pastilah Putri Purbasari telah terkena kutukan karena menyalahi kebiasaan kerajaan-kerajaan dari jaman dulu: yang paling berhak dinobatkan sebagai raja atau ratu adalah anak sulung, bukan anak bungsu.

Berkat kepandaian Putri Purbararang dan Raden Indrajaya berbicara, akhirnya Prabu Tapa Agung berhasil dipengaruhi. Putri Purbasari kemudian diasingkan ke hutan. Hati Prabu Tapa Agung sangat sedih. Putri Purbasari adalah putri yang paling dikasihinya karena sopan-santun, kecerdasan, dan sifat-sifat baiknya, kini harus pergi diasingkan ke hutan yang penuh dengan binatang-binatang buas. Tetapi, Prabu Tapa Agung harus melakukannya. Bisa saja kata-kata Putri Purbararang benar. Jika Putri Purbasari memang terkena kutukan, maka ia harus dijauhkan dari istana dan kerajaan. Bisa saja penyakit itu sangat menular dan membahayakan seluruh rakyat kerajaan Pasir batang.
Kepada patih kepercayaannya yang bernama Uwak Batara Lengser, Prabu Tapa Agung menyerahkan Putri Purbasari untuk diasingkan ke hutan yang berada di luar wilayah kerajaan Pasir Batang. Ia meminta Uwak Batara Lengser untuk membuatkan pondok yang kokoh, meskipun sederhana untuk Putri Purbasari. Maka demikianlah, Putri Purbasari ditinggalkan di sebuah hutan yang lebat, jauh dari istana.
Di mana seorang yang baik hatinya, dan bagaimanapun rupanya, akan mudah diterima oleh lingkungannya berada. Demikian juga dengan Putri Purbasari. Berada di hutan justru membuatnya dekat dan akrab dengan binatang-binatang. Tidak ada hewan buas yang jahat kepadanya. Justru mereka selalu melindungi Putri Purbasari. Ia tak pernah kelaparan, karena beraneka ragam buah-buahan dan umbi-umbian disediakan oleh binatang-binatang sahabatnya.
Salah satu binatang yang paling sering membawakan makanan untuk Putri Purbasari adalah seekor lutung, yang tidak lain adalah Lutung Kasarung jelmaan Sanghyang Guruminda. Lutung yang dapat berbicara itu sangat baik kepadanya. Tidak hanya mengantarkan makanan, lutung yang gerak-geriknya selalu menarik perhatian Putri Purbasari itu setia menemaninya ke mana-mana. Bersama lutung itu Putri Purbasari tak pernah merasa kesepian.
Pada suatu hari, Putri Purbasari demikian rindu kepada ayahandanya Prabu Tapa Agung, hingga ia menangis dan meratapi penyakit kulitnya yang membuatnya dianggap terkena kutukan itu. Lutung Kasarung yang mendengar ratapan Putri Purbasari segera mengerti siapa sebenarnya gadis itu. Ia segera menyelinap pergi. Ia berdoa kepada Yang Maha Kuasa untuk memberikan obat kesembuhan untuk Sang Putri Purbasari. Dengan doa yang dipanjatkan oleh Sanghyang Guruminda atau Lutung Kasarung ini, maka terciptalah sebuah telaga kecil. Segeralah Lutung Kasarung menemui Putri Purbasari yang terlihat masih menangis meratapi 

Ditulis oleh : Admin
0 Komentar untuk "Legenda Lutung Kasarung 2 Jawa Barat"

Back To Top